Lo yang nemuin dompet gue, kan?" tanya Navin.
"Ya," jawabku.
"Berarti lo sudah lihat semua isinya?"
"Ya," jawabku lagi.
"Berarti lo sudah-"
"Melihat kedua KTP-mu?" tanyaku. "Sudah."
Navin menarik napas panjang. Kedua matanya melotot padaku. Rahangnya tampak mengeras.
"Ya," jawabku.
"Berarti lo sudah lihat semua isinya?"
"Ya," jawabku lagi.
"Berarti lo sudah-"
"Melihat kedua KTP-mu?" tanyaku. "Sudah."
Navin menarik napas panjang. Kedua matanya melotot padaku. Rahangnya tampak mengeras.
Ada yang aneh dalam diri Navin, si anak baru itu. Tania tidak sengaja menemukan dompetnya di tangga sekolah dan melihat di dalamnya ada dua KTP dengan data-data yang sama, hanya berbeda nama. Satunya tertera nama Navin Naftali, satunya lagi tertera nama Budi Sanjaya. Selain itu, ternyata Navin sudah berumur 20 tahun. Apa yang dilakukan seorang pria berumur 20 tahun di SMA? Sebagai seorang murid pula. Tania memutuskan untuk mencari tahu kebenaran tentang identitas ganda Navin. Sementara itu, Navin juga penasaran dengan sosok Tania yang kini mengetahui rahasianya. Karena sepertinya gadis itu punya rahasia yang lebih besar darinya.
Remedy, Biondy Alfian
Ice Cube Publisher
*****
Blurb yang disajikan menceritakan isinya. Seperti novel-novel Kompas Gramedia lainnya, novel ini pun nggak menjual novel dengan blurb yang nggak berhubungan dengan isi yang mana hanya menjual kata-kata puitis. Blurb novel ini benar-benar bisa merayu pembaca untuk segera membelinya karena menjual isi yang ada di dalam novel.
Aku begitu tertarik ketika pemenang YARN (Young Adult Realistic Novel) dari Ice Cube Publisher diumumkan. Wah, bakal jadi santapan menyenangkan. Apalagi dua di antara tiga besarnya, sering lalu-lalang di Goodreads. Maka, aku berencana mengoleksinya (seenggaknya untuk tiga besar). Beruntung, lagi ada sale di Grazera, tapi sayang… hanya buku yang juara satu dan dua, buku juara tiga ini nggak didiskon. Maka, pulang kantor, aku mampir di showroom, dan buku ini masih bertengger cantik dan tanpa ragu aku pun membelinya.
Novel ini menceritakan dua tokoh protagonis. Yang pertama adalah Tania yang memiliki kebiasaan melukai dirinya dengan cutteragar rasa kehilangan dan sakit di hatinya teralihkan meski hanya barang sejenak. Yang kedua adalah Navin, laki-laki yang memiliki masa lalu kelam sehingga dirinya harus berganti nama demi kehidupannya yang baru. Dan karena peristiwa dompet Navin yang jatuh itulah mereka berdua akhirnya dipertemukan, saling mengawasi, dan akhirnya saling memercayai. Awalnya aku kira novel ini memiliki "tokoh antagonis" berupa keadaan, tetapi ternyata ada yang bertokoh antagonis di sini, dan jujur saja, saya cukup surprised.
Dari segi konten, prolog yang disajikan Biondy dalam Remedy cukup menjanjikan. Nggak berlebihan. Lalu gaya bercerita dibuat dengan dua sudut pandang. Sudut pandang Tania dengan PoV 1, dan sudut pandang Navin dengan PoV 3. Aku agak bertanya mengapa dibuat demikian. Kenapa nggak PoV 3 sekalian semuanya?
Alur novel ini pun dibuat cepat. Ibarat sedang berlari, pace-nya bisa empat atau lima menit per kilometer. Cepat. Alurnya pun fleksibel. Karakter yang kusukai di novel ini adalah Vikki. Dia lebih real ketimbang Tania dan Navin. Di sini, Vikki sebagai supporting character untuk Tania maupun Navin. Meskipun di awal, terkesan bakal menjadi perempuan egois yang bakal mendekap Navin dalam pelukannya… tapi ternyata dia memiliki kelebihan. Makeup yang sering dipupurnya pun adalah sebuah proses pembelajaran yang ia lakukan. If I can request a new novel from Biondy, saya bakal memintanya menulis kisah tentang Vikki. Dan entah mengapa saya menganggap Navin terlalu klemar-klemer, apalagi ternyata konfliknya hanya segitu. “Segitu” tuh maksudnya nggak terlalu berat seperti Tania.
Untuk kelebihan novel ini, tentu saja dengan penyajian tema yang nggak biasa. Dengan penegasan “realistic”, novel ini memang nggak menjanjikan cerita berbunga dengan kata-kata gulali yang berlebihan. Gaya penceritaannya juga dinamis, cocok untuk remaja. Setting-nya juga sudah diperbarui dengan nggak lagi menyebutkan “IPA” atau “IPS”—dan aku pun baru tahu!
Kekurangan novel ini bagiku hanyalah ending yang terlalu cepat. Rasanya penyelesaian konfliknya hanya segitu saja, meskipun epilognya membuatku tersenyum karena begitu manis. Ada beberapa alasan yang sebenarnya buat mengernyit. Tapi, sudahlah. Nggak perlu diperdebatkan.
Satu pertanyaan lagi, kenapa gambar sampul novel YARN semuanya pucat? Apakah untuk menunjukkan bahwa nggak semua kehidupan remaja berwarna-warni? Seperti novel-novel ini? :)
Overall, 3 bintang untuk novel Biondy ini…
2 Comments
Padahal kalau diceritakan lebih detail, pasti lebih bagus...
Kalau cover, sama juga. Terlalu pucat. Dua novel YARN-nya juga begitu...