Aku menatapnya masuk ke rumah sambil tersenyum. Saat aku mendengar bunyi pintu berdentum, aku berbalik dan mulai melangkah menuju rumahku.
Baru saja bersamanya seharian ini, kerinduan menerkamku. Aku berjalan lambat-lambat, entah kenapa enggan pulang cepat-cepat karena perasaan aneh itu. Kurapatkan jaket karena udara begitu dingin sehabis hujan.
Kenapa ribang itu hadir padahal baru saja aku bertemu dengannya?
Bahkan, bisa kukatakan aku kerap bertemu dengannya. Tiap hari dalam seminggu, aku berjumpa dengannya. Namun, seringnya frekuensiku justru membuatku takut.
Harus kauketahui bahwa aku tidak bercanda saat berkata dia adalah cinta yang selalu kuhindari. Karena seperti inilah jadinya: kerinduan yang begitu asing padanya terasa aneh.
Aku mengembuskan napas keras-keras lalu menengadah ke langit yang gelap. Pikiranku sibuk menganalisis efek pertemuan kami. Efeknya ternyata begitu nyata: aku makin ketakutan.
Ya, aku justru selalu takut dengan seringnya frekuensi pertemuan kami. Aku takut kehilangannya karena bisa saja keberadaanku hanya akan menjadi rutinitas biasa yang tak berarti apa pun baginya. Aku takut hal itu membuatnya bosan padaku.
Aku takut akan seringnya frekuensi pertemuan kami.
Bunyi petir menggelengar, membuatku tersentak. Langkahku yang tadinya pelan berubah cepat. Tampaknya aku harus segera sampai di rumah sebelum hujan mengguyur lagi. Langkahku lebar-lebar, setengah berlari, membuat napasku terengah-engah. Dan, tetap saja, otakku sibuk mengalisis mengenai frekuensi pertemuan kami.
Apakah itu artinya aku harus memberikan jeda? Haruskah aku membatasi pertemuan kami yang terlalu sering? Orang bilang cinta datang karena terbiasa. Namun, apakah cinta juga mudah meluruh karena terbiasa?
Aku mengembuskan napas keras-keras lagi. Ya, mungkin aku memang harus membatasi pertemuan kami.
Namun, di sisi lain, aku juga takut saat berusaha memberinya jeda waktu akan pertemuan kami. Aku takut waktu yang sedikit itu mencuri banyak perasaannya hingga tak bersisa lagi untukku.
Sialan. Apa yang harus kulakukan?
Petir menggelegar lagi, membuatku berlari-lari kecil karena gerimis turun. Dan sampai di rumah pun aku masih tak mengerti kenapa kerinduan itu masih menggerogotiku.
2 Comments